tag:blogger.com,1999:blog-13844209082808724172024-03-13T12:43:35.704-07:00MWC NU KECAMATAN SALAMAN KAB. MAGELANGKami mencoba memberikan yang terbaik untuk jam'iyahMWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-57979840741653183542012-11-09T05:31:00.002-08:002012-11-09T05:32:37.107-08:00KH. Abdul Wahid Hasyim<div class="float-left tanggal">
Jumat, 25/02/2011 15:24</div>
<div class="float-clear">
<div style="float: left; margin-top: 10px;">
<div style="line-height: 20px;">
<div style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 0px;">
<img src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/news141298622493.jpg" style="padding: 5px;" /></div>
<div class="text-c">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a>KH. Abdul Wahid
Hasyim adalah putra kelima dari pasangan KH. Hasyim Asy’ari dengan Nyai
Nafiqah binti Kyai Ilyas. Anak lelaki pertama dari 10 bersaudara ini
lahir pada hari Jumat legi, Rabiul Awwal 1333 H, bertepatan dengan 1
Juni 1914 M, ketika di rumahnya sedang ramai dengan pengajian.<br />
<br />
Wahid Hasyim adalah salah seorang dari sepuluh keturunan langsung KH.
Hasyim Asy’ari. Silsilah dari jalur ayah ini bersambung hingga Joko
Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal dengan Sultan Sutawijaya yang
berasal dari kerajaan Demak. Sedangkan dari pihak ibu, silsilah itu
betemu pada satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang menjadi salah
satu raja Kerajaan MAtaram. Sultan Brawijaya V ini juga dikenal dengan
sebutan Lembu Peteng.<br />
Kesepuluh putra KH. Hasyim Asy’ari itu adalah Hannah, Khairiyah, Aisyah,
Izzah, Abdul Wahid, A. Khaliq, Abdul Karim, Ubaidillah, Masrurah, dan
Muhammad Yusuf. Sementara itu, dengan Nyai Masrurah KH. Hasyim Asy’ari
dikaruniai empat putera, yakni Abdul Kadir, Fatimah, Khodijah dan
Ya’kub.<br />
<br />
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><b><i>Mondok Hanya Beberapa Hari<br />
</i></b>Abdul Wahid mempunyai otak sangat cerdas. Pada usia
kanak-kanak ia sudah pandai membaca al-Qur’an, dan bahkan sudah khatam
al-Qur’an ketika masih berusia tujuh tahun. Selain mendapat bimbingan
langsung dari ayahnya, Abdul Wahid juga belajar di bangku Madrasah
Salafiyah di Pesantren Tebuireng. Pada usia 12 tahun, setamat dari
Madrasah, ia sudah membantu ayahnya mengajar adik-adik dan anak-anak
seusianya.<br />
<br />
Sebagai anak tokoh, Abdul Wahid tidak pernah mengenyam pendidikan di
bangku sekolah Pemerintah Hindia Belanda. Ia lebih banyak belajar secara
otodidak. Selain belajar di Madrasah, ia juga banyak mempelajari
sendiri kitab-kitab dan buku berbahasa Arab. Abdul Wahid mendalami
syair-syair berbahasa Arab dan hafal di luar kepala, selain menguasai
maknanya dengan baik.<br />
<br />
Pada usia 13 tahun ia dikirim ke Pondok Siwalan, Panji, sebuah pesantren
tua di Sidoarjo. Ternyata di sana ia hanya bertahan sebulan. Dari
Siwalan ia pindah ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Lagi-lagi ia di
pesantren ini mondok dalam waktu yang sangat singkat, hanya beberapa
hari saja. Dengan berpindah-pindah pondok dan nyantri hanya dalam
hitungan hari itu, seolah-olah yang diperlukan Abdul Wahid hanyalah
keberkatan dari sang guru, bukan ilmunya. Soal ilmu, demikian mungkin ia
berpikir, bisa dipelajari di mana saja dan dengan cara apa saja. Tapi
soal memperoleh berkah, adalah masalah lain, harus berhubungan dengan
kyai. Inilah yang sepertinya menjadi pertimbangan utama dari Abdul Wahid
ketika itu.<br />
<br />
Sepulang dari Lirboyo, Abdul Wahid tidak meneruskan belajarnya di
pesantren lain, tetapi memilih tinggal di rumah. Oleh ayahnya pilihan
tinggal di rumah dibiarkan saja, toh Abdul Wahid bisa menentukan sendiri
bagaimana harus belajar. Benar juga, selama berada di rumah semangat
belajarnya tidak pernah padam, terutama belajar secara otodidak.
Meskipun tidak sekolah di lembaga pendidikan umum milik pemerintah
Hindia Belanda, pada usia 15 tahun ia sudah mengenal huruf latin dan
menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Kedua bahasa asing itu dipelajari
dengan membaca majalah yang diperoleh dari dalam negeri atau kiriman
dari luar negeri.<br />
<br />
<b><i>Menerapkan Sistem Madrasah ke Dalam Sistem Pesantren<br />
</i></b>Pada 1916, KH. Ma’sum, menantu KH. Hasyim Asy’ari, dengan
dukungan Wahid Hasyim, memasukkan sistem Madrasah ke dalam sistem
pendidikan pesantren. Ada tujuh jenjang kelas dan dibagi menjadi dua
tingkatan. Tahun pertama dan kedua dinamakan siffir awwal dan siffir
tsani, yaitu masa persiapan untuk memasuki masa lima tahun jenjang
berikutnya. Pada siffir awwal dan siffir tsani diajarkan khusus bahasa
Arab sebagai landasan penting pembedah khazanah ilmu pengetahuan Islam.
Pada tahun 1919, kurikulum madrasah tersebut ditambah dengan pendidikan
umum, seperti bahasa Indonesia (Melayu), berhitung dan Ilmu Bumi. Pada
1926, KH. Mauhammad Ilyas memasukkan pelajaran bahasa Belanda dan
sejarah ke dalam kurikulum madrasah atas persetujuan KH. Hasyim Asy’ari.<br />
<br />
Pembaharuan pendidikan Pesantren Tebuireng yang dilakukan KH. Hasyim
Asy’ari, berikut murid dan puteranya, bukan tanpa halangan. Pembaharuan
pendidikan yang digagasnya menimbulkan reaksi yang cukup hebat dari
masyarakat dan kalangan pesantren, sehingga banyak juga orang tua santri
memindahkan anak-anaknya ke pesantren lain, karena dengan pembaharuan
tersebut Pesantren Tebuireng dipandang sudah terlalu modern. Reaksi
tersebut tidak menyurutkan proses pembaharuan Pesantren Tebuireng. Hal
tersebut terus berlangsung dan dilanjutkan oleh Wahid Hasyim dengan
mendirikan madrasah modern di lingkungan pesantren.<br />
<br />
<b><i>Berangkat ke Mekkah<br />
</i></b>Pada tahun 1932, ketika menginjak usia 18 tahun, ia
dikirim ke Mekkah, di samping untuk menunaikan rukun Islam kelima juga
untuk memperdalam berbagai cabang ilmu agama. Kepergiannya ke Mekkah
ditemani oleh saudara sepupunya, Muhammad Ilyas, yang kelak menjadi
Menteri Agama. Muhammad Ilyas memiliki jasa yang besar dalam membimbing
Abdul Wahid sehingga tumbuh menjadi remaja yang cerdas. Muhammad Ilyas
dikenal fasih dalam bahasa Arab, dan dialah yang mengajari Abdul Wahid
bahasa Arab. Di tanah suci ia belajar selama dua tahun.<br />
<br />
Dengan pengalaman pendidikan tersebut, tampak ia sebagai sosok yang
memiliki bakat intelektual yang matang. Ia menguasai tiga bahasa asing,
yaitu bahasa Arab, Inggris dan Belanda. Dengan bekal kemampuan tiga
bahasa tersebut, Wahid Hasyim dapat mempelajari berbagai buku dari tiga
bahasa tersebut. Otodidak yang dilakukan Wahid Hasyim memberikan
pengaruh signifikan bagi praktik dan kiprahnya dalam pendidikan dan
pengajaran, khususnya di pondok pesantren termasuk juga dalam politik.<br />
<br />
Setelah kembali dari Mekkah, Wahid Hasyim merasa perlu mengamalkan
ilmunya dengan melakukan pembaharuan, baik di bidang sosial, keagamaan,
pendidikan dan politik. Pada usia 24 tahun (1938), Wahid Hasyim mulai
terjun ke dunia politik. Bersama kawan-kawannya, ia gencar dalam
memberikan pendidikan politik, pembaharuan pemikiran dan pengarahan
tentang perlunya melawan penjajah. Baginya pembaharuan hanya mungkin
efektif apabila bangsa Indonesia terbebas dari penjajah.<br />
<br />
<b><i>Menikah<br />
</i></b>Pada usia 25 tahun, Abdul Wahid mempersunting gadis
bernama Solichah, putri KH. Bisri Syansuri, yang pada waktu itu baru
berusia 15 tahun. Pasangan ini dikarunai enam anak putra, yaitu
Abdurrahman ad-Dakhil (mantan Presiden RI), Aisyah (Ketua Umum PP
Muslimat NU, 1995-2000), Shalahudin al-Ayyubi (Insinyur lulusan
ITB/Pengasuh PP. Tebuireng Jombang, sesudah KH. Yusuf Hasyim), Umar
(dokter lulusan UI), Khadijah dan Hasyim.<br />
<br />
<b><i>Empat Tahun Sebelum Masuk Organisasi<br />
</i></b>Jangan ada orang yang memasuki suatu organisasi atau
perhimpunan atas dasar kesadaran kritisnya. Pada umumnya orang yang
aktif dalam sebuah organisasi atas dasar tradisi mengikuti jejak kakek,
ayah, atau keluarga lain, karena ikut-ikutan atau karena semangat
primordial. Tidak terkecuali bagi kebanyakan warga NU. Sudah lazim orang
masuk NU karena keturunan; ayahnya aktif di NU, maka secara otomatis
pula anaknya masuk dan menjadi aktivis NU. Kelaziman seperti itu agaknya
tidak berlaku bagi Wahid Hasyim. Proses ke-NU-an Abdul Wahid Hasyim
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, setelah melakukan perenungan
mendalam. Ia menggunakan kesadaran kritis untuk menentukan pilihan
organisasi mana yang akan dimasuki.<br />
<br />
Waktu itu April 1934, sepulang dari Mekkah, banyak permintaan dari
kawan-kawannya agar Abdul Wahid Hasyim aktif dihimpunan atau organisasi
yang dipimpinnya. Tawaran juga datang dari Nahdlatul Ulama (NU). Pada
tahun-tahun itu di tanah air banyak berkembang perkumpulan atau
organisasi pergerakan. Baik yang bercorak keagamaan maupun nasionalis.
Setiap perkumpulan berusaha memperkuat basis organisasinya dengan
merekrut sebanyak mungkin anggota dari tokoh-tokoh berpengaruh. Wajar
saja jika kedatangan Wahid Hasyim ke tanah air disambut penuh antusias
para pemimpin perhimpunan dan diajak bergabung dalam perhimpunannya.
Ternyata tidak satupun tawaran itu yang diterima, termasuk tawaran dari
NU.<br />
<br />
Apa yang terjadi dalam pergulatan pemikiran Abdul Wahid Hasyim, sehingga
ia tidak kenal secara cepat menentukan pilihan untuk bergabung di dalam
satu perkumpulan itu? Waktu itu memang ada dua alternatif di benak
Abdul Wahid Hasyim. Kemungkinan pertama, ia menerima tawaran dan masuk
dalam salah satu perkumpulan atau partai yang ada. Dan kemungkinan
kedua, mendirikan perhimpunan atau partai sendiri.<br />
<br />
Di mata Abdul Wahid Hasyim perhimpunan atau partai yang berkembang waktu
itu tidak ada yang memuaskan. Itulah yang menyebabkan ia ragu kalau
harus masuk dan aktif di partai. Ada saja kekurangan yang melekat pada
setiap perhimpunan. Menurut penilaian Abdul Wahid Hasyim, partai A
kurang radikal, partai B kurang berpengaruh, partai C kurang memiliki
kaum terpelajar, dan partai D pimpinannya dinilai tidak jujur.<br />
<br />
”di mata saya, ada seribu satu macam kekurangan yang ada pada setiap
partai,” tegas Abdul Wahid Hasyim ketika berceramah di depan pemuda yang
bergabung dalam organisasi Gerakan Pendidikan Politik Muslim Indonesia.<br />
<br />
Setelah beberapa lama melakukan pergulatan pemikiran Wahid Hasyim
akhirnya menjatuhkan pilihannya ke NU. Meskipun belum sesuai dengan
keinginannya, tapi dianggap NU memiliki kelebihan dibanding yang lain.
Selama ini organisasi-organisasi dalam waktu yang pendek tidak mampu
untuk menyebar keseluruh daerah. Berbeda dengan NU dalam waktu yang
cukup singkat sudah menyebar hingga 60% di seluruh wilayah di Indonesia.
Inilah yang dianggap oleh Wahid Hasyim kelebihan yang dimiliki oleh NU.<br />
<br />
<b><i>Pokok Pemikirannya<br />
</i></b>Sebagai seorang santri pendidik agama, fokus utama
pemikiran Wahid Hasyim adalah peningkatan kualitas sumberdaya umat
Islam. Upaya peningkatan kualitas tersebut menurut Wahid Hasyim,
dilakukan melalui pendidikan khususnya pesantren. Dari sini dapat
dipahami, bahwa kualitas manusia muslim sangat ditentukan oleh tinggi
rendahnya kualitas jasmani, rohani dan akal. Kesehatan jasmani
dibuktikan dengan tiadanya gangguan fisik ketika berkatifitas. Sedangkan
kesehatan rohani dibuktikan dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah
yang kemudian diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Disamping sehat
jasmani dan rohani, manusia muslim harus memiliki kualitas nalar (akal)
yang senantiasa diasah sedemikian rupa sehingga mampu memberikan solusi
yang tepat, adil dan sesuai dengan ajaran Islam.<br />
<br />
Mendudukkan para santri dalam posisi yang sejajar, atau bahkan bila
mungkin lebih tinggi, dengan kelompok lain agaknya menjadi obsesi yang
tumbuh sejak usia muda. Ia tidak ingin melihat santri berkedudukan
rendah dalam pergaulan masyarakat. Karena itu, sepulangnya dari menimba
ilmu pengetahuan, dia berkiprah secara langsung membina pondok pesantren
asuhannya ayahnya.<br />
<br />
Pertama-tama ia mencoba menerapkan model pendidikan klasikal dengan
memadukan unsur ilmu agama dan ilmu-ilmu umum di pesantrennya. Ternyata
uji coba tersebut dinilai berhasil. Karena itu ia kenal sebagai perintis
pendidikan klasikal dan pendidikan modern di dunia pesantren.<br />
<br />
Untuk pendidikan pondok pesantren Wahid Hasyim memberikan sumbangsih
pemikirannya untuk melakukan perubahan. Banyak perubahan di dunia
pesantren yang harus dilakukan. Mulai dari tujuan hingga metode
pengajarannya.<br />
<br />
Dalam mengadakan perubahan terhadap sistem pendidikan pesantren, ia
membuat perencanaan yang matang. Ia tidak ingin gerakan ini gagal di
tengah jalan. Untuk itu, ia mengadakan langkah-langkah sebagai berikut:<br />
<br />
* Menggambarkan tujuan dengan sejelas-jelasnya<br />
* Menggambarkan cara mencapai tujuan itu<br />
* Memberikan keyakinan dan cara, bahwa dengan sungguh-sungguh tujuan dapat dicapai.<br />
<br />
Pada awalnya, tujuan pendidikan Islam khususnya di lingkungan pesantren
lebih berkosentrasi pada urusan ukhrawiyah (akhirat), nyaris terlepas
dari urusan duniawiyah (dunia). Dengan seperti itu, pesantren didominasi
oleh mata ajaran yang berkaitan dengan fiqh, tasawuf, ritual-ritual
sakral dan sebagainya.<br />
<br />
Meski tidak pernah mengenyam pedidikan modern, wawasan berfikir Wahid
Hasyim dikenal cukup luas. Wawasan ini kemudian diaplikasikan dalam
kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan pendidikan. Berkembangnya
pendidikan madrasah di Indonesia di awal abad ke-20, merupakan wujud
dari upaya yang dilakukan oleh cendikiawan muslim, termasuk Wahid
Hasyim, yang melihat bahwa lembaga pendidikan Islam (pesantren) dalam
beberapa hal tidak lagi sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.<br />
<br />
Apa yang dilakukan oleh Wahid Hasyim adalah merupakan inovasi baru bagi
kalangan pesantren. Pada saat itu, pelajaran umum masih dianggap tabu
bagi kalangan pesantren karena identik dengan penjajah. Kebencian
pesantren terhadap penjajah membuat pesantren mengharamkan semua yang
berkaitan dengannya, seperti halnya memakai pantolan, dasi dan topi, dan
dalam konteks luas pengetahuan umum.<br />
<br />
Dalam metode pengajaran, sekembalinya dari Mekkah untuk belajar, Wahid
Hasyim mengusulkan perubahan metode pengajaran kepada ayahnya. Usulan
itu antara lain agar sistem bandongan diganti dengan sistem tutorial
yang sistematis, dengan tujuan untuk mengembangkan dalam kelas yang
menggunakan metode tersebut santri datang hanya mendengar, menulis
catatan, dan menghafal mata pelajaran yang telah diberikan, tidak ada
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau berdikusi. Secara singkat,
menurut Wahid Hasyim, metode bandongan akan menciptakan kepastian dalam
diri santri.<br />
<br />
Perubahan metode pengajaran diimbangi pula dengan mendirikan
perpustakaan. Hal ini merupakan kemajuan luar biasa yang terjadi pada
pesantren ketika itu. Dengan hal tersebut Wahid Hasyim mengharapkan
terjadinya proses belajar mengajar yang dialogis. Dimana posisi guru
ditempatkan bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Pendapat
guru bukanlah suatu kebenaran mutlak sehingga pendapatnya bisa
dipertanyakan bahkan dibantah oleh santri (murid). Proses belajar
mengajar berorientasi pada murid, sehingga potensi yang dimiliki akan
terwujud dan ia akan menjadi dirinya sendiri.<br />
<br />
<b><i>Kiprah Sosial Kemasyarakatan dan Kenegaraan<br />
</i></b>Selain melakukan perubahan-perubahan tersebut Wahid Hasyim
juga menganjurkan kepada para santri untuk belajar dan aktif dalam
berorganisasi. Pada 1936 ia mendirikan IKPI (Ikatan Pelajar Islam).
Pendirian organisasi ini bertujuan untuk mengorganisasi para pemuda yang
secara langsung ia sendiri menjadi pemimpinnya. Usaha ikatan ini antara
lain mendirikan taman baca.<br />
<br />
Pada tahun 1938 Wahid Hasyim banyak mencurahkan waktunya untuk
kegiatan-kegiatan NU. Pada tahun ini Wahid Hasyim ditunjuk sebagai
sekretaris pengurus Ranting Tebuireng, lalu menjadi anggota pengurus
Cabang Jombang. Kemmudian untuk selanjutnya Wahid Hasyim dipilih sebagai
anggota Pengurus Besar NU di wilayah Surabaya. Dari sini karirnya terus
meningkat sampai Ma’arif NU pada tahun 1938. Setelah NU berubah menjadi
partai politik, ia pun dipilih sebagai ketua Biro Politik NU tahun
1950.<br />
<br />
Di kalangan pesantren, Nahdlatul Ulama mencoba ikut memasuki trace baru
bersama-sama organisasi sosial modern lainnya, sepeti Muhammadiyah, NU
juga membentuk sebuah federasi politik bernama Majelis Islam A’la
Indonesia (MIAI) lebih banyak di dorong oleh rasa bersalah umat Islam
setelah melihat konsolidasi politik kaum nasionalis begitu kuat. Pada
tahun 1939, ketika MIAI mengadakan konferensi, Wahid Hasyim terpilih
sebagai ketua. Setahun kemudian ia mengundurkan diri.<br />
<br />
Wahid Hasyim juga mempelopori berdirinya Badan Propaganda Islam (BPI)
yang anggota-anggotanya dikader untuk terampil dan mahir berpidato di
hadapan umum. Selain itu, Wahid Hasyim juga mengembangkan pendidikan di
kalangan umat Islam. Tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di
Jakarta yang pengasuhnya ditangani oleh KH. A Kahar Mudzakir. Tahun
berikutnya, 1945, Wahid Hasyim aktif dalam dunia politik dan memulai
karir sebagai ketua II Majelis Syura (Dewan Partai Masyumi). Ketua
umumnya adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketua I dan ketua II
masing-masing Ki Bagus Hadikusumo dan Mr. Kasman Singodimejo.<br />
<br />
Pada tanggal 20 Desember 1949 KH. Abdul Wahid Hasyim diangkat menjadi
Menteri Agama dalam kabinet Hatta. Sebelumnya, yaitu sebelum penyerahan
kedaulatan, ia menjadi Menteri Negara. Pada periode kabinet Natsir dan
Kabinet Sukiman, Wahid Hasyim tetap memegang jabatan Menteri Agama.<br />
<br />
Dalam kabinet pertama yang dibentuk Presiden Soekarno pada September
1945, Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam
Kabinet Syahrir pada tahun 1946. Pada tahun ini juga, ketika KNIP
dibentuk, KH. A Wahid Hasyim menjadi salah seorang anggotanya mewakili
Masyumi dan meningkat menjadi anggota BPKNIP.<br />
<br />
Selama menjadi Menteri Agama, usahanya antara lain: [1] Mendirikan
Jam’iyah al-Qurra’ wa al-Huffazh (Organisasi Qari dan Penghafal
al-Qur’an) di Jakarta; [2] Menetapkan tugas kewajiban Kementerian Agama
melalui Peraturan Pemerintah no. 8 tahun 1950; [3] Merumuskan
dasar-dasar peraturan Perjalanan Haji Indonesia; dan [4] Menyetujui
berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dalam kementerian
agama.<br />
<br />
Pada tahun 1952 KH. Abdul Wahid Hasyim memprakarsai berdirinya Liga
Muslimin Indonesia, suatu badan federasi yang anggotanya terdiri atas
wakil-wakil NU, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan
Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Darul Dakwah wa al-Irsyad. Susunan
pengurusnya adalah KH. A Wahid Hasyim sebagai ketua, Abikusno
Cokrosuyoso sebagai wakil ketua I, dan H. Sirajuddin Abbas sebagai wakil
ketua II.<br />
<br />
<b><i>Sebagai Ketua Umum PBNU<br />
</i></b>Ketika Muktamar ke 19 di Palembang mencalonkannya sebagai
Ketua Umum, ia menolaknya, dan mengusulkan agar KH. Masykur menempati
jabatan sebagai Ketua Umum. Kemudian atas penolakan KH. A Wahid Hasyim
untuk menduduki jabatan Ketua Umum, maka terpilihlah KH. Masykur menjadi
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Namun berhubung KH. Masykur
diangkat menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Ali Arifin, maka NU
menonaktifkan KH. Masykur selaku ketua umum, dan dengan demikian maka
Wahid Hasyim ditetapkan sebagai Ketua Umum.<br />
<br />
Disamping sebagai Ketua Umum PBNU, KH. A Wahid Hasyim menjabat
Shumubucho (Kepala Jawatan Agama Pusat) yang merupakan kompensasi Jepang
yang waktu itu merasa kedudukannya makin terdesak dan merasa salah
langkah menghadapi umat Islam. Awalnya Shumubucho adalah merupakan
kompensasi yang diberikan kepada KH. Hasyim Asy’ari, mengingat usianya
yang sudah uzur dan ia harus mengasuh pesanten sehingga tidak mungkin
jika harus bolak-balik Jakarta-Jombang. Karena kondisi ini, ia
mengusulkan agar tugas sebagai Shumubucho diserahkan kepada KH. Abdul
Wahid Hasyim, puteranya.<br />
<br />
<b><i>Tokoh Muda BPUPKI<br />
</i></b>Karir KH. Abdul Wahid Hasyim dalam pentas politik nasional
terus melejit. Dalam usianya yang masih muda, beberapa jabatan ia
sandang. Diantaranya ketika Jepang membentuk badan yang bertugas
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan atau dikenal dengan
BPUPKI. Wahid Hasyim merupakan salah satu anggota termuda setelah BPH.
Bintoro dari 62 orang yang ada. Waktu itu Wahid Hasyim berusia 33 tahun,
sementara Bintoro 27 tahun.<br />
<br />
Sebagai anggota BPKI yang berpengaruh, ia terpilih sebagai seorang dari
sembilan anggota sub-komite BPKI yang bertugas merumuskan rancangan
preambule UUD negara Republik Indonesia yang akan segera
diproklamasikan.<br />
<br />
<b><i>Musibah di Cimindi<br />
</i></b>Tanggal 19 April 1953 merupakan hari berkabung. Waktu itu
hari Sabtu tanggal 18 April, KH. Abdul Wahhid Hasyim bermaksud pergi ke
Sumedang untuk menghadiri rapat NU. Berkendaraan mobil Chevrolet
miliknya, dengan ditemani seorang sopir dari harian pemandangan, Argo
Sutjipto, tata usaha majalah Gema Muslim, dan putra sulungnya,
Abdurrahman ad-Dakhil. KH. Abdul Wahid Hasyim duduk di jok belakang
bersama Argo Sutjipto.<br />
<br />
Daerah sekitar Cimahi dan Bandung waktu itu diguyur hujan dan jalan
menjadi licin. Pada waktu itu lalu lintas di jalan Cimindi, sebuah
daerah antara Cimahi-Bandung, cukup ramai. Sekitar pukul 13.00, ketika
memasuki Cimindi, mobil yang ditumpangi KH. Abdul Wahid Hasyim selip dan
sopirnya tidak bisa menguasai kendaraan. Di belakang Chevrolet nahas
itu banyak iring-iringan mobil. Sedangkan dari arah depan sebuah truk
yang melaju kencang terpaksa berhenti begitu melihat ada mobil zig-zag
karena selip dari arah berlawanan. Karena mobil Chevrolet itu melaju
cukup kencang, bagian belakangnya membentur badan truk dengan keras.
Saat terjadi benturan, KH. A Wahid Hasyim dan Argo Sutjipto terlempar ke
bawah truk yang sudah berhenti itu. Keduanya luka parah. KH. Abdul
Wahid Hasyim terluka bagian kening, mata serta pipi dan bagian lehernya.
Sementara sang sopir dan Abdurrahman tidak cidera sedikit pun. Mobilnya
hanya rusak bagian belakang dan masih bisa berjalan seperti semula.<br />
<br />
Lokasi kejadian kecelakaan itu memang agak jauh dari kota. Karena itu
usaha pertolongan datang sangat terlambat. Baru pukul 16.00 datang mobil
ambulan untuk mengangkut korban ke Rumah Sakit Boromeus di Bandung.
Sejak mengalami kecelakaan, kedua korban terus tidak sadarkan diri. Pada
pukul 10.30 hari Ahad, 19 April 1953, KH. Abdul Wahid Hasyim dipanggil
ke hadirat Allah Swt dalam usia 39 tahun. Beberapa jam kemudian,
tepatnya pukul 18.00, Argo Sutjipto menyusul menghadap Sang Khalik.<br />
<br />
<b><i>Ditetapkan Sebagai Pahlawan<br />
</i></b>Berdasarkan Surat keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 206 tahun 1964 tertanggal 24 Agustus 1964, KH. Abdul Wahid Hasyim
ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, mengingat jasa-jasanya
sebagai pemimpin Indonesia yang semasa hidupnya terdorong oleh taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan rasa cinta tanah air dan bangsa, telah
memimpin suatu kegiatan yang teratur guna mencapai kemerdekaan nusa dan
bangsa. <br />
<br />
<br />
Biografi singkat KH. Abdul Wahid Hasyim disarikan dari buku ”99 Kiai
Kharismatik Indonesia” di tulis oleh KH. A. Aziz Masyhuri, terbitan
Kutub, Yogyakarta.</div>
</div>
</div>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-828368408192444102012-11-09T05:23:00.001-08:002012-11-09T05:57:20.577-08:00Gus Miek, dari Khataman ke Tempat Perjudian<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1344846154.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1344846154.jpg" /></a></div>
<strong>GUS MIEK</strong> adalah seorang yang sangat terkenal di
kalangan guru sufi, seniman, birokart, preman, bandar judi, kiai-kiai
NU, dan para aktivis. Dialah yang membangun tradisi pengajian Sema’an
Al-Qur’an Jantiko Mantab dan pembacaan wirid dzikrul ghafilin bersama
beberapa koleganya.
Hamim Tohari Djazuli adalah nama lengkapnya. Ia dilahirkan pada 17
Agustus 1940 di Kediri dari pasangan KH Jazuli Usman dan Nyai Radliyah.
Nyai Radliyah ini memiliki jalur keturunan sampai kepada Nabi Muhammad,
sebagai keturunan ke-32 dari Imam Hasan, anak dari Ali bin Abi Thalib
dengan Siti Fathimah.<br /><br />Ayah Gus Miek, KH. Jazuli Usman adalah
pendiri pesantren Ploso Kediri. Ia pernah nyantri kepada banyak guru, di
antaranya kepada KH Hasyim Asy`ari, Mbah Ma’ruf (KH Ma’ruf Kedunglo),
KH Ahmad Shaleh Gondanglegi Nganjuk, KH Abdurrahman Sekarputih, KH
Zainuddin Mojosari, KH Khazin Widang, dan Syaikh al-`Allamah al-Aidrus
Mekkah.<br /><br />KH Jazuli Usman nama kecilnya adalah Mas Mas`ud. Dia
telah sekolah di STOVIA yang ada di Batavia, tatkala anak-anak
seangkatannya belum sekolah. Mas Mas`ud ini anak dari Mas Usman, kepala
KUA Ploso, Kediri. Pada saat itu jabatan sebagai kepala KUA sangat
bergengsi. Akan tetapi ayah Gus Miek lebih memilih hidup dan mendirikan
pesantren.<br /><br />Sejak kecil, Gus Miek sudah tampak unik. Dia tidak
suka banyak bicara, suka menyendiri, dan bila berjalan selalu
menundukkan kepala. Akan tetapi Gus Miek juga sering masuk ke pasar,
melihat-lihat penjual di pasar, sering melihat orang mancing di sungai.
Bila keluarganya berkumpul, Gus Miek selalu mengambil tempat paling
jauh.<br /><br />Pada awalnya Gus Miek disekolahkan oleh KH Jazuli Usman di
Sekolah Rakyat, tetapi tidak selesai karena dia sering membolos.
Setelah itu Gus Miek belajar Al-Qur’an kepada ibunya, kepada Hamzah,
Khoirudin, dan Hafidz. Ketika pelajaran belum selesai Gus Miek sudah
minta khataman. Para gurunya jadi geleng-geleng kepala.<br /><br />Ketika
usia Gus Miek masih 9 tahun, dia sudah sering tabarrukan ke berbagai
kiai sufi. Beberapa kiai yang dikunjunginya adalah KH Mubasyir Mundzir
Kediri, Gus Ud (KH Mas’ud) Pagerwojo-Sidoarjo, dan KH Hamid Pasuruan. Di
tempat Gus Ud Pagerwojo Sidoarjo, Gus Miek bertemu dengan KH Achmad
Shidiq yang usianya lebih tua. KH Achmad Shidiq ini di kemudian hari
sering menentang tradisi sufi Gus Miek, tetapi akhirnya menjadi kawan
karibnya di dzikrul ghafilin.<br /><br />Kebiasaan Gus Miek pergi ke luar
rumah menggelisahkan orang tuanya. Akhirnya ayahnya memintnya ngaji ke
Lirboyo, Kediri di bawah asuhan KH Machrus Ali, yang kelak begitu gigih
menentang tradisi sufinya.<br /><br />Di Lirboyo Gus Miek bertahan hanya 16
hari dan kemudian pulang ke Ploso. Ketika sadar orang tuanya resah
akibat kepulangannya, Gus Miek justru akan menggantikan seluruh
pengajaran ngaji ayahnya, termasuk mengajarkan kitab Ihya Ulumuddin.<br /><br />Tapi
beberapa bulan kemudian, Gus Miek kembali ke Lirboyo. Ketika masih di
pesantren ini, pada usia 14 tahun Gus Miek pergi ke Magelang, nyantri di
tempatnya KH. Dalhar Watucongol, mengunjungi Mbah Jogoreso Gunungpring,
KH Arwani Kudus, KH Ashari Lempuyangan, KH Hamid Kajoran, dan Mbah Benu
Yogyakarta. Setelah itu Gus Miek pulang lagi ke Ploso.<br /><br />Di Ploso,
di tempat pesantren ayahnya, Gus Miek minta dinikahkan, dan akhirya ia
menikah dengan Zaenab, putri KH. Muhammad Karangkates, yang masih
berusia 9 tahun. Pernikahan ini berakhir dengan perceraian, ketika
istrinya masih berusia sekitar 12 tahun. Pada masa ini Gus Miek sudah
sering pergi untuk melakukan dakwah kulturalnya di berbagai daerah,
tabarrukan ke berbagai guru sufi, dan mendapatkan ijazah wirid-wirid.<br /><br />Pada
tahun 1960 Gus Miek menikah dengan Lilik Suyati dari Setonogedong.
Pernikahan ini atas saran dari KH. Dalhar dan disetujui KH. Mubasyir
Mundzir, salah satu guru Gus Miek. Gadis itulah yang menurut gurunya
akan sanggup mendampingi hidupnya, dengan melihat tradisi dan kebiasaan
Gus Miek untuk berdakwah keluar rumah.<br /><br />Pada awalnya pernikahan
Gus Miek dengan gadis Setonogedong ditentang KH Jazuli Utsman dan Nyai
Radliyah. Setelah melalui proses yang panjang akhirnya pernikahan itu
disetujui. Saat itu Gus Miek sudah berdakwah ke diskotek-diskotek, ke
tempat perjudian, dan lain-lain.<br /><br />Dari berbagai perjalanan,
riyadlah, dan tabarrukan, Gus Miek akhirnya menyusun kembali
wirid-wirid secara tersendiri yang didapatkan dari para gurunya. Pada
awanya Gus Miek mendirikan Jama`ah Mujahadah Lailiyah tahun 1962. Sampai
tahun 1971 jama`ah yang dirintis Gus Miek ini sudah cukup luas.<br /><br />Pada
tahun 1971, para jama`ah Gus Miek dan masyarakat NU menghadapi dilema
pemilu. Saat itu semua pegawai negeri diminta memilih Golkar oleh
penguasa. Gus Miek sendiri tidak mencegah bila para pengikutnya yang PNS
untuk memilih Golkar, karena situasi sosial saat itu di bawah rezim
otoriter Soeharto.<br /><br />Metamorfosis dari komunits yang dibangun Gus
Miek, semakin menampakkan bahwa ia mengembangkan tradisi wirid di luar
kelompok tarekat yang sudah mapan di kalangan NU. Jama`ah Mujahadah
Lailiyah yang dibangunnya berkembang menjadi dzikrul ghafilin. Pada
tahun 1971-1973 susunan wirid-wirid dzikrul ghafilin diusahakan untuk
dicetak, terutama setelah jangkauan dakwah Gus Miek telah menjangkau
Jember.<br /><br />Bersama-sama KH Achmad Shidiq yang awalnya sangat
menentang, tetapi akhirnya menjadi sahabatnya, naskah wirid dzikrul
ghafilin berhasil dicetak. Naskah-naskah yang tercetak dibagikan kepada
jaringan jama`ah Gus Miek: di Jember di bawah payung KH Achmad Shidiq,
di Klaten di bawah payung KH Rahmat Zuber, di Yogyakarta di bawah payung
KH Daldiri Lempuyangan, dan di Jawa Tengah di bawah payung KH Hamid
Kajoran Magelang.<br /><br />Di samping mengorganisir dzikrul ghafilin, Gus Miek pada tahun 1986 juga mengorganisir sema’an Al-Qur’an.<br /><br />Beberapa
bulan kemudian sema’an ini dinamakan Jantiko. Tahun 1987 sema’an
Al-Qur’an Jantiko mulai dilakukan di Jember. Saat itu KH. Achmad Shidiq
sudah menjadi Rais Am Syuriyah PBNU yang diangkat oleh Muktamar NU ke-27
di Situbondo tahun 1984.<br /><br />Dibandingkan dzikrul ghafilin, jama`ah
Jantiko ini lebih cepat berkembang. Pada tahun 1989, Jantiko kemudian
diubah namanya menjadi Jantiko Mantab atau Jantiko man taba. Ada juga
yang mengartikan Mantab sebagai Majlis Nawaitu Tapa Brata. Dikatakan
juga man taba itu berarti siapa bertaubat. Jantiko Mantab ini kemudian
berkembang ke berbagi daerah.<br /><br />Perjuangan Gus Miek dengan dzikrul
ghafilin, sema`an Al-Qur’an, dan tradisi sufinya ke tempat-tempat
diskotek, tempat perjudian, dan lain-lain, sangatlah tidak mudah. Di
tengah-tengah jam`iyah NU yang telah membakukan tarekat mu’tabarah,
tradisi sufi Gus Miek mendapatkan perlawanan. Dzikrul ghafilin dianggap
berada di luar kelaiman, tidak mu’tabarah. Penentangan datang dari orang
yang sangat terkenal, sekaligus pernah menjadi gurunya di Lirboyo,
yaitu KH Machrus Ali.<br /><br />Hanya saja, semua itu bisa dilewati Gus
Miek dengan sabar. Yang paling menggemberikan karena KH Achmad Shidiq
sebagai orang yang sangat dihormati di NU, yang pada awalnya menentang
tradisi sufinya, kemudian bersama-sama mengembangkan dzikrul ghafilin di
sekitar Jember dan sekitarnya.<br /><br />Gus Miek wafat pada 5 Juni 1993.
Dia dimakamkan di Pemakaman Tambak Kediri, diiringi ratusan ribu kaum
muslimin. Di pemakaman ini pula KH Achmad Shidiq dimakamkan, di sebelah
timur makam Gus Miek. Di pemakaman ini pula terdapat tidak kurang dari
22 orang yang kebanyakan menjadi guru sekaligus murid Gus Miek. [Nur
Kholil Ridwan] MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-44552451582570898512012-11-09T05:15:00.001-08:002012-11-09T05:17:02.699-08:00Kiai Wahab Hasbullah, Pahlawan Tanpa Gelar<div style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; margin-top: 0px;">
<img height="200" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1345127713.jpg" style="padding: 5px;" width="150" /></div>
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><br />
<div class="float-left tanggal">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a>Jumat, 17/08/2012 06:06</div>
<div style="text-align: left;">
Sepulang dari Mekkah 1914, Wahab, tidak hanya mengasuh pesantrennya
di Tambakberas, tetapi juga aktif dalam pergerakan nasional. Ia tidak
tega melihat kondisi bangsanya yang mengalami kemerosotan hidup yang
mendalam, kurang memperoleh pendidikan, mengalami kemiskinan serta
keterbelakanagan yang diakibatkan oleh penindasan dan pengisapan
penjajah.</div>
<br />
Melihat kondisi itu, pada tahun 1916 ia mendirikan
organisasi pergerakan yang dinamai Nahdlatul Wathon (kebangkita negeri),
tujuannya untuk membangkitkan kesadaran rakyat Indonesia.<br />
Untuk memperkuat gerakannya itu, tahun 1918 Wahab mendirikan
Nahdlatut Tujjar (kebangkitan saudagar) sebagai pusat penggalangan dana
bagi perjuangan pengembangan Islam dan kemerdekaan Indonesia. Kiai
Hasyim Asy’ari memimpin organisiasi ini. Sementara Kiai Wahab menjadi
Sekretaris dan bendaharanya. Salah seorang anggotanya adalah Kiai Bisri
Syansuri.<br />
<br />
Mencermati perkembangan dunia yang semakin kompleks,
maka pada tahun 1919, Kiai Wahab mendirikan Taswirul Afkar. Di tengah
gencarnya usaha melawan penjajahan itu muncul persoalan baru di dunia
Islam, yaitu terjadinya ekspansi gerakan Wahabi dari Najed, Arab
Pedalaman yang menguasai Hijaz tempat suci Mekah dikuasai tahun 1924 dan
menaklukkan Madinah 1925.<br />
<br />
Persoalan menjadi genting ketika
aliran baru itu hanya memberlakukan satu aliran, yakni Wahabi yang
puritan dan ekslusif. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan
Hanbali yang selama ini hidup berdampingan di Tanah suci itu, tidak
diperkenankan lagi diajarkan dan diamalkan di tanah Suci. Anehnya,
kelompok modernis Indonesia setuju dengan paham Wahabi.<br />
<br />
Lantas,
Kiai Wahab membuat kepanitiaan beranggotakan para ulama pesantren,
dengan nama Komite Hejaz. Komite ini bertujuan untuk mencegah cara
beragama model Wahabi yang tidak toleran dan keras kepala, yang dipimpin
langsung Raja Abdul Aziz. <br />
<br />
Untuk mengirimkan delegasi ini
diperlukan organisasi yang kuat dan besar, maka dibentuklah organisai
yanag diberinama Nahdlatul Ulama, 31 Januari 1926. KH Wahab Hasbullah
bersama Syekh Ghonaim al-Misri yang diutus mewakili NU untuk menemui
Raja Abdul Aziz Ibnu Saud.<br />
Usaha ini direspon baik oleh raja Abdul Aziz. Beberapa hal penting
hasil dari Komite Hejaz ini di antaranya adalah, makam Nabi Muhammad dan
situs-itus sejarah Islam tidak jadi dibongkar serta dibolehkannya
praktik madzhab yang beragam, walaupun belum boleh mengajar dan memimpin
di Haramain.<br />
<br />
<b>KIAI WAHAB HASBULLAH</b> dengan segala
aktivitasnya adalah untuk menegakkan ajaran ahlussunnah wal jamaah yang
sudah dirintis oleh walisongo dan para ulama sesudahnya.<br />
<br />
Ia
tidak hanya penerus, tetapi memiliki pertalian darah dengan para
penyebar Islam di Tanah Jawa itu. Bahkan Kiai Wahab juga
mengidentifikasi diri sebagai penerus perjuangan pangeran diponegoro.
Karena itu ia selalu memakai sorban yang ia sebut sendiri sebagai sorban
Diponegoro.<br />
<br />
Dengan sorban itu, ia makin percaya diri. Dalam
upacara keagamaan sampai dengan acara kenegaraan, Kiai Wahab selalu
melingkarkan sorban tersebut, hingga pundaknya tertutup. Demikian juga
dengan sarung, tidak pernah diganti dengan pantolan.<br />
<br />
Ia telah
melampaui segala protokoler kenegaraan yang ada, karena telah memiliki
disiplin dan karakter keulamaan sendiri. Selain itu, ia memang memiliki
ilmu kanuragan yang tinggi sehingga tidak takut menghadapi musuh sesakti
apapun.<br />
<br />
Kemenonjolan peran Wahab Hasbullah ini berkat
kematangannya dalam menempa dirinya sebagai seorang ulama pergerakan.
Sifat keulamaannya digembleng di pesaanatren Langitan Tuban, Pesantren
Tawangsari Surabaya.<br />
Kemudian ia melanjutkan lagi ke Pesantren Bangkalan Madura. Di
pesantren asuhan Syaikh Kholil inilah, ia bertemua dengan Kiai Bisri
Syansuri, ulama dari Pati yang kelak menjadi sahabat seperjuangannya,
juga iparnya. Pertemanannya Kiai Wahab dengan Kiai Bisri ini memiliki
pengaruh terhadap perkembangan NU. Selanjutnya, Kiai Wahab ke Pesantren
Mojosari Nganjuk dan menyempatkan diri nyantri di Tebuireng Jombang.<br />
<br />
Setelah
merasa cukup bekal dari para ulama di Jawa dan Madura, ia belajar ke
Mekkah untuk belajar pada ulama terkemuka dari dunia Islam, termasuk
para ulama Jawa yang ada di sana seperti Syekh Machfudz Termas dan Syekh
Ahmad Khotib dari tanah Minang. Selain, belajar agama saat di Mekkah
itu, ia juga mempelajari perkembangan politik nasional dan internasional
bersama aktivis dari seluruh dunia.<br />
<br />
Selama masa pembentukan NU,
Kiai Wahab selalu tampil di depan. Di manapun muktamar NU
diselenggarakan sejak yang pertama kalinya yaitu di Surabaya, kemudian
hingga ke Bandung, Menes Banten, Banjarmasin, kemudian Palembang hingga
Medan, ia selalu hadir dan memimpin. Sehingga pengalamannya tentang
organiasi ini cukup mendalam. Karena itu, Kiai Wahab selalu cermat dan
tegas dalam mengambil keputusan.<br />
<br />
Dalam menghadapi berbagai
kesulitan, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah kolonial, ia
selalu mampu mengatasinya. Misalanya, ia harus berhadap dengan para
residen gubernur atau menteri urusan pribumi. Kemampuan lobi dan
diplomasi membuat semua urusan bisa lancar, sehingga NU mampu mengatasi
berbagai macam jebakan dan hambatan kolonial.<br />
Dan, Kiai Wahab juga memiliki keistimewaan, yang tidak banyak ada
pada orang lain, yakni kemampuan melempar humor, khususnya jenis
plesetan, sebagai alat diplomasi.<br />
Suatu hari, ketika Nusantara masih dalam cengkraman Belanda, Kiai Wahab berpidato di hadapan kiai-kiai dan ratusan santri.<br />
“Wahai Saudara-saudaraku kaum pesantren, baik yang sudah sepuh, yang
disebut Kiai, ataupun yang masih muda-muda, yang dikenal dengan sebutan
Santri. Jangan sekali-sekali terbersit, apalagi bercita-cita sebagai <i>Ambtenaar</i> (pegawai Belanda)!” Begitu suara Kiai Wahab berapi-api.<br />
“Mengapa kiai dan santri tidak boleh jadi <i>Ambtenaar</i>?<br />
Jawabannya tiada lain tiada bukan, karena <i>Ambtenaar</i> itu singkatan dari <i>Antum fin Nar</i>. Tidak usah berhujah susah-susah tentang <i>Ambtenaar</i>, artinya ya tadi, ‘kalian di neraka’ tititk,” jelas Kiai Wahab. Para kiai dan santri yang hadir tertawa dan tepuk tangan.<br />
<br />
Lain
waktu, semasa penjajahan Jepang, Kiai Wahab menghadapi para kiai yang
belum paham cara berpolitik dengan Jepang. Para kiai itu tidak bersedia
menjadi anggota Jawa Hokokai, semacam perhimpunan rakyat Jawa untuk
mendukung Jepang.<br />
“Para Kiai tidak susah-susah mencari dalil menjadi anggota <i>Jawa Hokokai</i>.
Masuk saja dulu. Tenang saja, di dalam badan tersebut ada Bung Karno.
Beliau tidak mungkin mencelakakan bangsa sendiri,” Kiai Wahab mulai
merayu para kyai.<br />
“Tapi Kiai, apa artinya <i>Jawa Hokokai</i> itu?” Tanya seorang kyai.<br />
“Lho, Sampean belum tahu ya, <i>Jawa Hokokai</i> itu artinya <i>Jawa Haqqu Kiai</i>,” jelas Kiai Wahab singkat.<br />
“Ooo...
Jadi Jawa Hokokai itu artinya Jawa milik para kiai. Ya sudah, mari,
jangan ragu masuk Jawa Hokokai,” ujar kiai tadi merespon.<br />
<br />
<b>NAMUN DEMIKIAN</b>,
salahlah kita jika hanya menilai Kiai Wahab sebagai kiai politisi saja.
Salah, karena ia sesungguhnya adalah seorang ulama tauhid dan juga
fiqih yag sangat mendalam dan luas pengetahuannya. Dengan ilmunya itu,
itu dengan mudah mampu menerapkan prinsip-prinsip fiqih dalam kehidupan
modern secara progresif, termasuk dalam bidang fiqih siyasah.<br />
<br />
Kitab yang ditulisnya <i>Sendi Aqoid dan Fikih Ahlussunnah Wal Jama'ah</i>,
menunjukkan kedalaman penguasanya di bidang ilmu dasar tersebut. Ini
yang kemudian menjadi dasar bagi perjalanan Ahlusunnah wal jamaah di
lingkungan NU.<br />
Dalam tiap bahtsul masail muktamr NU, ia selalu memberikan pandangannya yang mamapu menerobos berbagai macam jalan buntu (<i>mauquf</i>) yang dihadapi ulama lain.<br />
Kiai Wahab sadar betul mengenai pentingnya pendidikan masyarakat
umum. Karena itu dirintis beberapa majalah dan surat kabar seperti <i>Berita Nahdlatoel Oelama</i>, <i>Oetoesan Nahdlatoel Oelama</i>, <i>Soeara Nahdlatoel Oelama, Duta Masyarakat</i>, dan sebagainya.<br />
Ia sendiri aktif salah seorang penyandang dananya dan sekaligus
sebagai penulisnya. Propaganda di sini juga sangat diperlukan dan media
ini sangat strategis dalam mepropagandakan gerakan NU dan pesantren ke
publik. Gagasan itu semakin memperoleh relevansinya ketika KH Machfudz
Siddiq dan KH Wahd Hasyim turut aktif dalam menggerakkan pengembangan
media massa itu.<br />
<br />
Demikian juga dalam menghadapi zaman Jepang yang
sulit, terutama ketika penjajah itu itu pada tahun 1942 menangkapi para
tokoh NU, maka Kiai Wahab dengan segala pikiran dan tenaganya
menghadapi penjajah Jepang. Ia gigih menjadi tim pembebasan, mulai dari
membebaskan KH Hasyim Asyari, KH Mahfud Shiddiq, juga ulama NU lainnya
baik di Jawa Timur hingga ke Jawa Tengah tanpa kenal lelah.<br />
<br />
Masa
menjelang kemerdekaan dan dalam mempertahankan kemerdekaan aktif di
medan tempur dengan memimpin organaisasi Barisan Kiai, organisasai yang
secara diam-diam menopang Hisbullah dan Sabilillah.<br />
<br />
Sepeninggal KH Hasyim Asy’ari (Ramadan, 1947), kepepimpinan NU Sepenuhnya berada di pundak Kiai Wahab.<br />
<br />
Dalam
menghadapi perjanjian dengan Belanda, baik perjanjian Renville,
Linggarjati maupun KMB, yang penuh ketidakadilan itu, Kiai Wahab
memimpin di depan melawan perjanjian itu. Akhirnya semua perjanjian yang
tidak adil itu dibatalkana secara sepihak oleh Indonesia.<br />
<br />
Masa
paling menentukan adalah ketika NU mulai dicurangi oleh dalam Masyumi
dengan tidak diberi kewenangan apapun. Usaha perbaikan oleh Kiai Wahab
tidak pernah digubris oleh dewan partai, padahal NU sebagai anggota
Istimewa.<br />
<br />
Selain itu hanya diberi jatah menteri Agama, itu pun
kemudian dirampasnya juga. Apalagi Masyumi mulai melakukan tindakan
subversif sepert memberi simpati pada Darul Islam (DI) dan bahkan
melakukan perjanjian gelap dengan Mutuasl Security Act (MSA) yang
menyeret Indoonesia ke Blok Barat Amerika. NU merasa semakin tidak
kerasan di Masyumi.<br />
<br />
Ketika Kiai Wahab hendak mendirikan partai
sendiri, tidak semua kalangan NU menyetujuinya, apalagi kalangan Masyumi
menuduh NU berupaya memecah-belah persatuan umat Islam. NU juga diledek
bahwa tidak memiliki banyak ahli politik, ekonomi, ahli hukum dan
sebagainya.<br />
<br />
Atas semua itu, dengan enteng Kiai Wahab menjawab:<br />
“Kalau saya mau beli mobil, si penjual tidak akan bertanya apakah
saudara bisa menyupir. Kalau dia bertanya juga, saya akan membuat
pengumuman butuh seorang supir. Saat itu juga, para calon supir akan
segera mengantri di depan rumah saya.”<br />
<br />
Ketika kalangan ulama NU
yang lain masih ragu, dengan tegas Kiai Wahab mengatakan, ”Silakan
Sudara tetap di Masyumi, saya akan sendirian mendirikan Partai NU dan
hanya butuh seorang sekretaris. Insya Allah NU akan menjadi partai
besar.<br />
<br />
Melihat kesungguhan itu akhirnya, semua kiai, termasuk
Kiai Abdul Wahid Hasyim sangat terharu, sehingga diputuskan untuk
menjadi partai sendiri.<br />
<br />
Dalam Pemilu 1955, perkiraan Kiai Wahab
terbukti, NU menjadi partai terbesar ketiga. Dari situ NU mendapat 45
kursi di DPR dan 91 kursi di Konstituante serta memperoleh delapan
kementerian. Berkat kepemimpina Kiai Wahab itu, NU menjadi partai
politik yang sangat berpengaruh.<br />
<br />
Dalam mempimpin keseluruhan
drama pilitik nasional, bagi NU, Kiai Wahab adalah pengambil keputusan
yang sangat menentukan. Sebab itu, perintahnya sangat dipatuhi sejak
dari pengurus pusat hingga ke daerah. Bukan Karena otoriter. Tapi karena
memang sangat menguasi kewilayahan dan menguasasi strategi gerakan.
Karena itu pula, para kiai kiai sering kali menyebut tokoh kita ini
“panglima tinggi”.<br />
<br />
Tiap hari, Kiai Wahab keliling daerah,
bermusyawarah, menyerap dan memberi informasi, mengarahkan hingga
menyemangati para ulama dari Jawa hingga Sumatera, dari Madura hingga
Kalimantan. Semuanya diongkosi dengan uang sendiri.<br />
<br />
Bila ada di
Jombang, tepatnya di Tambakberas, Kiai Wahab tidak pernah absen mengajar
di pesantrennya, memberikan pengajian dari kampung ke kampung, dan
memberikan brifing politik ada para santri senior, para pengurus NU
setempat, hingga memberikan arahan pada pamong desa setempat. Kedekatan
dengan rakyat itu yang mendorong militansi Kiai Wahab dalam menyuarakan
aspirasi rakyat. <br />
Banyak yang meriwayatkan pula bahwa Kiai Wahab juga mempunyai
kecenderungan hidup zuhud. Dari sekian banyak pesantren yang dikunjungi,
tampaknya pengaruh Kiai Zainuddin Mojosari cukup kentara.<br />
<br />
Pesantren
Mojosari terdapat di pedalaman Nganjuk Jawa Timur. Kiai Zainuddin,
pengasuh pesantren tersebut, masyhur sebagai sufi agung di tanah Jawa
saat itu. Tradisi sufistik juga membuat pesantren ini menjadi sangat
terbuka. Satu contoh, tiap akhir tahun para santri dibiarkan
menyelenggarakan pentas seni, ludruk. Para santri main sendiri.<br />
Untuk itu, beberapa bulan sebelum acara, para santri dengan rombongan
masing-masing ada yang belajar ludruk ke Jombang, belajar Jatilan ke
Tulungagung, belajar Ketoprak ke Madiun dan belajar wayang ke Solo dan
sebagainya. <br />
Wahab muda adalah salah satu di antara mereka itu. Pendidikan
keagamaan yang di berikan juga sangat terbuka. Para santri dipersilakan
memakai madzhab pemikiran yang disukai, juga diajarkan memecahkan
berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan secara lebih luwes dan
toleran.<br />
<br />
Sikap keagamaan Kiai Wahab akhirnya juga tumbuh dengan
terbuka. Ia lebih maju dibanding para ulama yang lain, terutama dalam
menerapkan fiqih, tampak lebih mengutamakan dalil rasional, ketimbang
doktrinal.<br />
<br />
Hal itu memungkinkan masa kepemimpinan Kiai Wahab
dalam tubuh NU membuka wawasan yang luas bagi pengembangan pemikiran,
kelembagaan dan ktangkasan dalam berpolitik. Kenyataan ini sangat
bertolak belakang dengan karib dan iparnya yang sekaligus menjadi
wakilnya (Wakil Rais Am), yaitu KH Bisri Syansuri. Kiai Bisri adalah
seorang <i>faqih</i> murni yang ketat dan disiplin, sehingga apapun yang berseberangan dengan prinsip yang dipegangi harus disingkirkan.<br />
<br />
Kalau
Kiai Wahab cenderung berpikiran inovasi dan kreasi, sementara Kiai
Bisri berpegangan pada fiqih. Dengan latar belakang semacam itu tidak
heran kalau Kiai Wahab Hasbullah denngan senang hati menerima kehadiran
Lesbumi 1962, apalagi sebelumnya Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari
menyetujui penggunaan alat-alat musik dalam acara-acara NU. Meski
demikian, perbedaan tersebut tidak mengurangi rasa tenggang rasa dan
keduanya tetap saling menghormati.<br />
<br />
Karena kharisma dan
kepemimpinannya yang belum tergantikan, muktamar NU 20-25 Desember 1971
di Surabaya, Kiai Wahab terpilih lagi sebagai Rais Aam, meski telah
udzur. Namun, persis empat hari setelah muktamar, Allah memanggil Kiai
Wahab, tepatnya tanggal 29 Desember 1971.<br />
<br />
Kewibawaan Kiai Wahab
di hadapan pengurus NU yang lain dan pengabdiannya yang total itu
menyebabkan KH Saifudin Zuhri menjulukinya sebagai “NU dalam praktek”.
Seluruh sikap dan tindakannya termasuk yang kontroversial sekalipun
adalah mencerminkan perilaku NU yang tidak dianggap sebagai
penyimpangan. Karena seluruh sikap dan tindakannya dilandasi iman,
takwa, ilmu, akhlak serta pengabdian yang tulus.<br />
<br />
Demikianlah, selintas pengabdian seorang Kiai Haji Wahab Hasubullah, pahlwan tanpa gelar kepahlawanan. (<b>Abd. Mun'im DZ</b>)MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-4610686176696398242012-11-09T04:59:00.000-08:002012-11-09T05:59:19.623-08:00Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba<div class="text-c" style="text-align: left;">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a>Seorang ulama dayah-nasionalis asal Aceh, guru
tarekat dan penjaga tradisi Ahlussunnah Waljamaah. Lahir dengan nama
Abdullah pada bulan Rabiul Awwal 1318 H (Juni/Juli 1900), di Ujong
Rimba, Pidie, Aceh.<br /><br />Ayahnya seorang ulama bernama Teungku Haji
Hasyim, Kadi Uleebalang Peusangan. Adalah kebiasaan masyarakat Aceh
untuk menisbahkan nama seorang tokoh ulama kepada daerah asalnya,
sehingga jadilah nama lengkapnya yang lebih terkenal, Abdullah Ujong
Rimba.<br /><br />Sejak kecil, ia sudah belajar berbagai disiplin keilmuan
Islam, mulai dari akidah, akhlak, bahasa Arab, hingga ushul fiqih. Pada
usia 10 tahun, di tahun 1917, belajar di Dayah Ie Leubeu Meunasah Blang,
Pidie, di bawah asuhan seorang ulama terkenal, Teungku Ali. Di sini ia
memperdalam bahasa Arab, fiqih, tafsir dan tasawuf.<br /><br />Pada 1922
melanjutkan pendidikannya ke Dayah Lamsi di Banda Aceh yang waktu itu
diasuh sendiri oleh Teuku Panglima Polem Muhammad Daud Syah (yang
kemudian menjadi pahlawan nasional). Tiga tahun kemudian nyantri ke
Dayah Krueng Kalee Siem, dibawah asuhan ulama kondang Teungku Haji
Muhammad Hasan Krueng Kalee. Di sini selain mematangkan diri belajar
ilmu-ilmu keislaman, Teungku Abdullah Ujong Rimba juga menekuni Tarekat
al-Haddadiyah dari gurunya tersebut.<br /><br />Pada tahun 1927, Abdullah
Ujong Rimba menunaikan ibadah haji ke Mekkah, sekaligus belajar dan
berguru kepada seorang mursyid Tarekat al-Haddadiyah di sana.<br /><br />Setahun
kemudian, beliau pulang ke Mekkah, dan membangun sebuah dayah di
kampung halalamannya di Pidie. Dikenal hingga kini dengan nama Dayah
Ujongrimba. Di dayah inilah beliau, yang juga dikenal pengagum Syekh
Tanthawi al-Jawhari, penulis Tafsir al-Jawahir, mengembangkan ilmunya
dari berbagai disiplin, serta mengajarkan Tarekat al-Haddadiyah, yang
silsilahnya merujuk ke Syekh Abdullah al-Haddad hingga ke keluarga
Rasulullah SAW.<br /><br />Pada 1929, bersama Teungku Muhammad Daud
Beureueh dan ulama lainnya mendirikan organisasi keagamaan dengan nama
Taman Jama’ah Diniyah. Dan bersama beberapa ulama di Aceh juga
mendirikan Madrasah Sa’adah Abadiyah di Blang Paseh Sigli, Pidie.<br /><br />Ketika
pemberontakan DI/TII meletus, Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba awalnya
bergabung bersama pimpinan gerakan tersebut, Teungku Muhammad Daud
Beureueh. Namun kemudian setelah dua tahun terlibat, beliau kemudian
menarik diri, dan bersama dengan ulama-ulama Aceh lainnya yang berhaluan
Aswaja, Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee, (guru Teungku Haji
Abdullah Ujong Rimba sendiri), menyebut pemberontakan tersebut sebagai <em>bughah mazmumah</em> (pemberontakan tercela).<br /><br />Menurut
mereka, orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan tersebut
dianggap menyalahi hukum Allah dan Rasul-Nya. Sebab mereka memberontak
terhadap pemerintahan Republik yang sah, dan pemimpinnya, waktu itu
Sukarno, adalah seorang muslim.<br />
Pandangan tersebut sesuai dengan apa yang beliau tulis dalam bukunya, <em>Hakikat Islam</em>,
bahwa politik atau siyasah adalah semacam daya helah atau strategi yang
diusahakan untuk mencapai sesuatu tujuan, yaitu kemaslahatan negara.
Karena pemberontakan tersebut, lanjut sang teungku ini, dianggap
mengganggu kemaslahatan bernegara, maka dianggap madzmumah, tercela.<br /><br />Ketika
ada kontroversi tentang boleh-tidaknya tentang pementasan Barzanji oleh
Rendra dalam kesempatan MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) tingkat
Nasional di depan Mesjid Raya Baiturrahman pada 1981, Teungku Haji
Abdullah Ujong Rimba tampil memberi perkenan. Sebagai Ketua MUI Aceh,
beliau memberi fatwa perkenan kepada Rendra, meski waktu itu masih
non-Muslim, dan kawan-kawannya dari Bengkel Teater untuk mementaskan
pertunjukan khas paham Aswaja tersebut.<br /><br />Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba wafat pada 11 September 1983. (<strong>Ahmad Baso</strong>)</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-6143225604616710332012-11-09T04:54:00.004-08:002012-11-09T06:02:49.444-08:00Pengurus NU Harus Sauyunan<div class="text-c">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1352358733.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1352358733.jpg" /></a></div>
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a>Sukabumi, <em><strong>NU Online</strong></em><br />Penggerak Nahdlatul Ulama harus memiliki soliditas yang kuat. Saling bekerjasama dan <em>sauyunan</em>
di antara para pengurus. Dalam bahasa Sunda, sauyunan berarti
merapatkan barisan, seniat dan semisi, sevisi, dalam bercita-cita.<br />
Menurut Mustasyar NU Kabupaten Sukabumi, Ajengan KH Mahbub, sauyunan
bisa dicontoh dari penggerak NU Sukabumi di tahun 1950-an, yaitu Ajengan
Masthuro, pemimpin Al-Masthuriyah, Ajengan Djunaidi pengasuh pesantren
Cigunung, KH Abdullah Sanusi, pemimpin pesantren Al-Falah dan H Siroj.<br />
“Ajengan Masthuro menonjol dalam intelektual, Ajengan Abdullah ahli
mengarang kitab, Ajengan Cigunung terkenal dengan ketawadhuan dan wara’
serta ajengan Siroj terkenal dengan ilmu kanuragannya,” ujar putera
Ajengan Abdullah Sanusi, ketika ditemu NU Online beberapa waktu lalu.<br />
Para ajengan itu, terus menjaga silaturahim dan selalu bertukar
pikirang tentang pesantren, umat, dan NU. Jika tidak demikian, sambung
pengasuh pesantren Al-Falah Sukamantri ini, NU akan susah bergerak.<br /><br />Menurut
Wakil Ketua GP Ansor Kabupaten Sukabumi, Daden Sukendar, kiprah keempat
penggerak NU itu mesti ditauladani penggerak NU sekarang.<br /><br />Untuk
tujuan itu, Keluarga Besar NU Sukabumi akan mengkaji karya-karya kiai NU
di Sukabumi untuk kalangan anak muda NU. “Kegiatan tersebut merupakan
upaya mempertemukan antara anak muda NU dengan orang tuanya,” ujar
Daden, santri lulusan Al-Masthuriyah.<br />
Kegiatan tersebut diharapkan akan memupuk kebersamaan dan sauyunan
anak muda NU Sukabumi yang aktif di PMII, IPNU, IPPNU, Fatayat dan GP
Ansor. Sehingga soliditas yang kuat bisa terjalin. <br /><br />
<strong>Penulis: Abdullah Alawi</strong></div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-54686426296948676112012-11-09T04:46:00.000-08:002012-11-09T06:04:36.446-08:00LPBHNU: BNN Perlu Tes Urine Staf Presiden<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1352419893.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1352419893.jpg" /></a></div>
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a><a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1384420908280872417" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"></a>akarta, <strong><em>NU Online</em></strong><br />Pemberian keringanan
hukum atau grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada mafia
narkoba bernama Meirika Franola alias Ola adalah kecerobohan yang tak
bisa ditolerir.<br /><br />Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum
Nahdlatul Ulama (LPBHNU), Andi Najmi, menganjurkan supaya tidak berdebat
apakah grasi kepada Ola bisa anulir atau tidak. Sebaiknya segera
diambil tindakan tegas, kemudian diberi hukum seberat-beratnya. <br /><br />“Grasi
ini kan grasi kecolongan. Orang kelakuannya begitu kok dikasih grasi.
Kenapa bisa terjadi? Ini kan pasti ada ‘ceritanya’,” katanya kepada <em>NU Online</em>, di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu, (8/11).<br /><br />Secara
konstitusi, grasi meminta pertimbangan Mahkamah Agung, tapi di luar
itu, presiden punya perangkat hukum. Mereka juga memberikan
pertimbangan-pertimbangan khusus kepada presiden. <br /><br />“Pertanyaannya, kenapa grasi ini sampai lolos? Ini kan ketidakcermatan staf-staf khusus presiden.”<br /><br />Dengan
demikian, Andi menganjurkan Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai
lembaga yang diberi kewenangan melakukan pencegahan dan pemberantasan
narkoba melakukan tes urine di lingkaran istana.<br /><br />“Karena grasi ini dari sana (istana, red),” ungkapnya.<br /><br />Dari tes urine BNN itu kita bisa mengetahui pihak istana yang terindikasi baik pengguna ataupun pelindung mafia narkoba. <br /><br /><br /><br /><strong>Redaktur : A. Khoirul Anam</strong><br /><strong>Penulis : Abdullah Alawi</strong>MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-73712285173541896992012-11-09T04:42:00.000-08:002012-11-09T06:06:12.907-08:00Pelajar NU Kaji Ekonomi Nasional pada Kongres IPNU-IPPNU<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1352433854.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://www.nu.or.id/onefiles/nu_or_id/dinamic/mid/1352433854.jpg" /></a></div>
Jakarta, <strong><em>NU Online</em></strong><br />Kongres XVII Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Kongres XVI Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang digelar di Asrama Haji Palembang, Sumatera
Selatan, 30 November hingga 4 Desember 2012 mendatang akan menyinggung
orientasi ekonomi nasional.<br /><br />Ketua Panitia Kongres IPNU Nurudin
menjelaskan, tema umum pada perhelatan akbar tersebut adalah “Pendidikan
untuk Semua, Menuju Kemandirian Bangsa”. Selain menyoroti persoalan
pendidikan, tema ini mencakup pembahasan “Reorientasi Kemandirian
Ekonomi Nasional demi Terwujudnya Cita-cita Kesejahteraan Bersama”.<br /><br />“Kemandirian menjadi ultimate value yang niscaya direalisasi di tengah silang sengkarut problem kebangsaan kita,” tuturnya.<br /><br />Selama
ini perekonomian nasional, baik secara makro maupun mikro, dinilai
masih tercengkeram oleh ketergantungan terhadap bangsa asing. Perusahaan
asing telah menguasai sektor-sektor straegis di Tanah Air, mulai dari
Migas, perbankan, industri telekomunikasi, hingga hutan dan kelapa
sawit.<br /><br />“Negara belum mampu mengolah seara mandiri aset dan kekayaan alam nusantara,” imbuh Nurudin.<br /><br />Menurut
dia, sebagai organisasi kader NU di ranah pelajar, masalah ini cukup
strategis. Pelajar NU diharapkan mampu melakukan kritik-otokritik,
pemetaan dan kecenderungan ke depan, baik bagi organisasi maupun bangsa
Indonesia secara umum.<br /><br /><br /><br /><strong>Redaktur : A. Khoirul Anam</strong><br /><strong>Kontributor: Mahbib Khoiron</strong>MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-42061693081617166192012-11-09T04:33:00.001-08:002012-11-09T04:33:09.095-08:00Link<ul style="color: #404040; font-family: 'trebuchet ms'; font-size: x-small;">
<li> <span style="font-size: 12px;">KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (<a href="http://www.gusdur.net/" target="_blank">http://www.gusdur.net</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">KH Mustofa Bisri (Gus Mus) (<a href="http://www.gusmus.net/" target="_blank">http://www.gusmus.net</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Gerakan Pemuda Ansor (<a href="http://www.gp-ansor.org/">http://www.gp-ansor.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (<a href="http://www.ipnu.or.id/" target="_blank">http://www.ipnu.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU (<a href="http://www.lakpesdam.or.id/" target="_blank">http://www.lakpesdam.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Jombang (<a href="http://www.lakpesdamjombang.org/" target="_blank">www.lakpesdamjombang.org)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur (<a href="http://www.nu.or.id/page/id/static/5/Links.html">http://www.solusinahdliyin.net</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Fatayat NU (<a href="http://www.fatayat.or.id/" target="_blank">http://www.fatayat.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Muslimat NU (<a href="http://www.muslimat-nu.or.id/" target="_blank">http://www.muslimat-nu.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cilacap (<a href="http://www.pcnucilacap.com/" target="_blank">www.pcnucilacap.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Sidoarjo (<a href="http://pcnusidoarjo.nu.or.id/" target="_blank">pcnusidoarjo.nu.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kutai Kartanegara (<a href="http://www.nu.or.id/page/id/static/5/Links.html">www.pcnukukar.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pekalongan (<a href="http://www.nubatik.net/" target="_blank">www.nubatik.net</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Malang (<a href="http://www.nu.or.id/page/id/static/5/Links.html">www.nukabmalang.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pasuruan (<a href="http://nupasuruan.or.id/" target="_blank">nupasuruan.or.id</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Pasuruan (<a href="http://www.nupasuruan.or.id/">www.nupasuruan.or.id)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang NU Bandung (<a href="http://www.nu-kotabandung.or.id/">www.nu-kotabandung.or.id)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Istimewa NU Mesir (<a href="http://www.numesir.org/">http://www.numesir.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Istimewa NU Pakistan (<a href="http://www.nupakistan.or.id/">www.nupakistan.or.id)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Istimewa NU Syria (<a href="http://www.nusyria.net/">http://www.nusyria.net</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Istimewa NU Sudan (<a href="http://www.pcinusudan.shim.net/">www.pcinusudan.shim.net</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Istimewa NU Libya <span style="color: blue;">(http://www.nulibya.co.cc)</span></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus Cabang Istimewa NU Taiwan (<a href="http://www.nu.or.id/page/id/static/5/Links.html">pcinutaiwan.wordpress.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pengurus MWC Mustikajaya Kota Bekasi (<a href="http://www.nu-mustikajaya.com/" target="_blank">www.nu-mustikajaya.com</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif NU (<a href="http://www.maarif-nu.or.id/">http://www.maarif-nu.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pondok Pesantren Ciganjur (<a href="http://www.pesantren-ciganjur.org/" target="_blank">www.pesantren-ciganjur.org)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pondok Pesantren Cipasung (<a href="http://www.cipasung.com/" target="_blank">www.cipasung.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam (<a href="http://www.al-hikam.or.id/">http://www.al-hikam.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pesantren Virtual (<a href="http://www.pesantrenvirtual.com/">http://www.pesantrenvirtual.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Ponpes Salafiyah Syafiiyah Asembagus Situbondo (<a href="http://www.salafiyah.or.id/" target="_blank">www.salafiyah.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pondok Pesantren Darussholah (<a href="http://www.darussholah.com/" target="_blank">http://www.darussholah.com)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">The Wahid Institute (<a href="http://www.wahidinstitute.org/">http://www.wahidinstitute.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (<a href="http://www.pmii.or.id/" target="_blank">http://www.pmii.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Tabloid Suara santri (<a href="http://suara-santri.tripod.com/">http://suara-santri.tripod.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">STAINU Kebumen <a href="http://stainukebumen.ac.id/">(http://stainukebumen.ac.id)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Syarikat (<a href="http://www.syarikat.org/">http://www.syarikat.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Harian Duta Masyarakat (<a href="http://www.dutamasyarakat.com/">http://www.dutamasyarakat.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Sekolah Citra Alam (<a href="http://www.citraalam.org/">http://www.citraalam.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Ikatan Pencak Silat NU (<a href="http://www.pagarnusa.or.id/">www.pagarnusa.or.id)</a></span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">iKATAN mAHASISWA nAHDLIYIN (<a href="http://www.nu.or.id/page/id/static/5/Links.html">http://iman-stan.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Lembaga Institusi Pendidikan ELSAS (http://<a href="http://elsas-online.org/">elsas-online.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh NU (<a href="http://www.lazisnu.com/" target="_blank">www.lazisnu.com</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">Yayasan Assalaam (<a href="http://www.nu.or.id/page/id/static/5/Links.html">http://www.assalaambdg.or.id</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">SMK Syafi'i Akrom Pekalongan (<a href="http://www.syafiiakrom.com/" target="_blank">www.syafiiakrom.com</a> )</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">APTINU (Asosiasi Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama) (<a href="http://www.aptinu.org/" target="_blank">www.aptinu.org</a>)</span></li>
<li> <span style="font-size: 12px;">UNINUS (Universitas Islam Nusantara) (<a href="http://www.unisnu.ac.id/">http://www.unisnu.ac.id</a>)</span></li>
</ul>
<ul style="color: #404040; font-family: 'trebuchet ms'; font-size: x-small;">
<li> <span style="font-size: 12px;">UNU Cirebon (Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon) (<a href="http://www.unisnu.ac.id/">http://www.unucirebon.ac.id</a>)</span></li>
</ul>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-62166166170236985562012-11-09T04:29:00.004-08:002012-11-09T04:29:45.790-08:00Redaksi<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
<div>
<strong>Dewan Pembina</strong></div>
<div>
</div>
<div>
KH. M.A. Sahal Mahfud</div>
<div>
KH. Mustofa Bisri</div>
<div>
KH. A. Malik Madany</div>
<div>
KH. Said Aqil Siroj</div>
<div>
Drs. KH. As’ad Said Ali</div>
<div>
Drs . KH. Hasyim Wahid</div>
<div>
Drs. H. Hilmy Muhammadiyah</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Dewan Pengawas</strong></div>
<div>
Iqbal Sullam</div>
<div>
Abdul Munim DZ</div>
<div>
Sulthon Fatoni</div>
<div>
Adnan Anwar</div>
<div>
Ulil Hadrawi</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Pimpinan Umum</strong></div>
<div>
Anis Illahi</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Pemimpin Redaksi</strong></div>
<div>
Syafi ‘ Aliel’ha</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Wakil Pemred</strong></div>
<div>
Abdullah Taruna</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Redaktur Pelaksana</strong></div>
<div>
A. Khoirul Anam</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Sekretaris Redaksi</strong></div>
<div>
Achmad Munif Arpas</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Dewan Redaksi</strong></div>
<div>
A. Mukafi Niam</div>
<div>
Syaifullah Amin</div>
<div>
Hamzah Sahal (Litbang)</div>
<div>
Ginanjar Sya'ban (Arab)</div>
<div>
Sudarto Murtaufiq (Inggris)</div>
<div>
Emha Nabil Haroen</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Staf Redaksi</strong></div>
<div>
Abdullah Alawi</div>
<div>
Mahbib Khoiron</div>
<div>
Alhafiz Kurniawan</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Programer/ IT</strong><br /> Puji Utomo</div>
<div>
Ardyan Novanto Arnowo</div>
<div>
Mustiko Dwipoyono</div>
<div>
<div>
<strong>Direktur Keuangan</strong></div>
<div>
Muhammad Said</div>
</div>
<div>
<strong>Manajemen Keuangan</strong></div>
<div>
Rizky Wijayanti</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Staf Umum</strong></div>
<div>
Jajang Nurdin</div>
<div>
Eko Pujiati</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Kontributor</strong></div>
<div>
<strong>Jawa Timur</strong></div>
<div>
Abdul Hady JM (Surabaya)</div>
<div>
Maulana (Surabaya)</div>
<div>
Yusuf Suharto (Jombang)</div>
<div>
MUslimin Abdilla (Jombang)</div>
<div>
Muslim Abdurrahman (Jombang)</div>
<div>
Aryudi A Razaq (Jember)</div>
<div>
Hairul Anam (Sumenep)</div>
<div>
Kamil Akhyari (Sumenep)</div>
<div>
Muhyidin DP (Banyuwangi)</div>
<div>
Andi Sirajuddin (Probolinggo)</div>
<div>
Imam Kusnin (Blitar)</div>
<div>
M Subhan (Surabaya)</div>
<div>
Syaifullah (Surabaya)</div>
<div>
Kuncoro (Bawean)</div>
<div>
Munawar M (Bojonegoro)</div>
<div>
Syamsul Akbar (Probolinggo)</div>
<div>
</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Jawa Tengah</strong><br /> Hery Nugroho (Semarang)</div>
<div>
Ichwan (Semarang)</div>
<div>
Qomarul Adib (Kudus)</div>
<div>
Syaiful Mustaqim (Jepara)</div>
<div>
Abdul Muis (Pekalongan)</div>
<div>
Wasdiun (Brebes)</div>
<div>
Abdul Muiz (Kab. Tegal)</div>
<div>
Abdul Fatah (kota Tegal)</div>
<div>
Aan Zainul Anwar (Solo)</div>
<div>
Salahuddin Al Ahmed (Magelang)</div>
<div>
Cecep Choirul Sholeh (Sukoharjo)</div>
<div>
Abdul Azies (Wonogiri)</div>
<div>
Arif Rahman Hakim (Batang)</div>
<div>
Chairul Umam (Pemalang)</div>
<div>
Fahsin M Faal (Demak)</div>
<div>
Shiddiq Sugiarto (Demak)</div>
<div>
Sholihin Hasan (Blora)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Jawa Barat dan Banten</strong></div>
<div>
Aceng Muhyi (Sumedang)</div>
<div>
Ahmad Fahir (Bogor)</div>
<div>
Akhsan Ustadli (Bogor)</div>
<div>
Aan Humaidi (Depok)</div>
<div>
Hilwan (Garut)</div>
<div>
M Sriyanto Zaini (Banten)</div>
<div>
Zainuri (Bekasi)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Sumatera</strong></div>
<div>
Bagindo Armaidi Tanjung (Padang)</div>
<div>
Moh Syafii Sitorus (Medan)</div>
<div>
Adi E (Palembang)</div>
<div>
GNT Ilyas (Riau)</div>
<div>
Kurniawan Ahmad (Lampung Tengah)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Kalimantan</strong></div>
<div>
Hidayatun Niam (Banjarmasin)</div>
<div>
Ahmad Sihabuddin (Pontianak)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Sulawesi</strong></div>
<div>
Syaiful Akbarius Zainuddin (Makassar)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Bali</strong></div>
<div>
Rifkil Halim Muhammad (Bali)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Luar Negeri</strong></div>
<div>
Hilmy Muhammad Hasbullah (Malaysia)</div>
<div>
Muhammad Afifuddin (Pakistan)</div>
<div>
Nasrullah Affandi (Maroko)</div>
<div>
Slamet Thohari (Hawaii)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Email: redaksi@nu.or.id</strong></div>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-601439659824054632012-11-09T04:28:00.002-08:002012-11-09T04:51:25.143-08:00Tanfidziyah<div>
<div>
Ketua Umum <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr KH Said Aqil Siradj, MA</div>
<div>
Wakil Ketua Umum <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H As'ad Said Ali </div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Slamet Effendi Yusuf, MSi</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: KH Hasyim Wahid Hasyim</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: KH Abbas Muin, MA</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Muh. Salim al-Jufri</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Prof Dr H Maksum Mahfudz</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Prof Dr Maidir Harun</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Saifullah Yusuf</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs M Imam Azis</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Hilmi Muhammadiyah, MSi</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Abdurrahman, MPd</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Arvin Hakim Thoha</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Ir HM Iqbal Sullam</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Prof Dr Kacung Marijan</div>
<div>
Ketua <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: H Dedi Wahidi SPd, MSi</div>
<div>
</div>
<div>
Sekretaris Jenderal <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr KH Marsudi Syuhud</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Enceng Shobirin</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Drs H Abdul Mun'im DZ</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr H Aji Hermawan</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr H Affandi Muchtar</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr dr Syahrizal Syarif, MPH</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr H Hanif Saha Ghofur</div>
<div>
Wakil Sekjen <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Imdadun Rahmat, MA</div>
<div>
</div>
<div>
Bendahara <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr H Bina Suhendra</div>
<div>
Wakil Bendahara <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Dr H Zainal Abidin HH</div>
<div>
Wakil Bendahara <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Nasirullah Falah</div>
<div>
Wakil Bendahara <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: H Raja Sapta Ervian, SH MHum</div>
<div>
Wakil Bendahara <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Hamid Wahid Zaini, MAg</div>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-50503964111955597422012-11-09T04:27:00.003-08:002012-11-09T04:27:42.266-08:00Syuriah<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
<div>
Rais Am : Dr KH MA Sahal Mahfudh</div>
<div>
Wakil : Dr KH A Musthofa Bisri </div>
<div>
Rais : Habib Luthfi bin Hasyim bin Yahya</div>
<div>
Rais : KH AGH Sanusi Baco</div>
<div>
Rais : Dr KH Hasyim Muzadi</div>
<div>
Rais : KH Masduqi Mahfudh</div>
<div>
Rais : KH Hamdan Kholid</div>
<div>
Rais : KH Masdar Farid Mas’udi, MA</div>
<div>
Rais : KH Mas Subadar</div>
<div>
Rais : Prof Dr Machasin, MA</div>
<div>
Rais : Prof Dr KH Ali Musthofa Yaqub</div>
<div>
Rais : Prof Dr H Artani Hasbi </div>
<div>
Rais : KH Ibnu Ubaidillah Syatori</div>
<div>
Rais : KH Saifuddin Amtsir, MA</div>
<div>
Rais : KH Adib Rofiuddin Izza</div>
<div>
Rais : KH Ahmad Ishomuddin MAg</div>
<div>
</div>
<div>
Katib Am : Dr KH Malik Madani</div>
<div>
Katib : KH Drs Ichwan Syam</div>
<div>
Katib : KH Musthofa Aqil</div>
<div>
Katib : KH Kafabihi Mahrus Ali</div>
<div>
Katib : KH Yahya Staquf Cholil</div>
<div>
Katib : KH Shalahuddin al-Ayyubi, MSi</div>
<div>
Katib : KH Afifuddin Muhajir</div>
<div>
Katib : KH Mujib Qolyubi MHum</div>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-3765412690481612862012-11-09T04:27:00.000-08:002012-11-09T04:27:01.865-08:00Mustasyar<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
<div>
Prof Dr KH Tholchah Hasan</div>
<div>
KH Muchit Muzadi</div>
<div>
KH Maemun Zubair</div>
<div>
KH Ma'ruf Amin</div>
<div>
KH Idris Marzuki</div>
<div>
KH E Fakhrudin Masturo</div>
<div>
KH Chotib Umar</div>
<div>
KH Dimyati Rois</div>
<div>
Tuan Guru Turmudzi Badruddin</div>
<div>
Dr HM Jusuf Kalla</div>
<div>
KH Abdurrahim Mustafa</div>
<div>
Prof Dr KH Maghfur Usman</div>
<div>
Prof Dr Nasaruddin Umar, MA</div>
<div>
KH Sya’roni Ahmadi</div>
<div>
Prof Dr Ridhwan Lubis</div>
<div>
KH Muiz Kabri</div>
<div>
KH Mahfudl Ridwan</div>
<div>
Dr Ing H Fauzi Bowo</div>
<div>
KH A Syatibi</div>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-41145781562287480722012-11-08T23:39:00.000-08:002012-11-08T23:41:07.681-08:00Badan Otonom<b>Badan Otonom</b> adalah perangkat organisasi Nahdlatul
Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan
perorangan.<br />
<br />
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan
Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom
berbasis profesi dan kekhususan lainnya.<br />
<br />
<b>Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:</b><br />
<br />
(1) Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama.<br />
<br />
(2)
Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan
muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.<br />
<br />
(3)
Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk
anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat
puluh) tahun.<br />
<br />
(4) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU
untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia
30 (tiga puluh) tahun.<br />
<br />
(5) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama
disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang
maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.<br />
<br />
<b>Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:</b><br />
<br />
(1) Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal tharekat yang mu'tabar.<br />
<br />
(2) Jam'iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah.<br />
<br />
(3)
Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang
berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok
sarjana dan kaum intelektual.<br />
<br />
(4) Serikat Buruh Muslimin
Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang
berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenagakerja.<br />
<br />
(5) Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri.<br />
<br />
(6) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-26698002581043339942012-11-08T23:38:00.002-08:002012-11-08T23:38:17.889-08:00Lajnah<strong>Lajnah</strong> adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.<br /><br />1. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, disingkat LFNU, bertugas mengelola masalah ru'yah, hisab dan pengembangan IImu Falak.<br /><br />2.
Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama, disingkat LTNNU, bertugas
mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta
media informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah.<br /><br />3. Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat LPTNU, bertugas mengembangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama. MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-20046419202682805712012-11-08T23:37:00.002-08:002012-11-08T23:37:46.349-08:00Lembaga<strong>Lembaga</strong> adalah perangkat departementasi organisasi
Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul
Ulama, khususnya yang berkaitan dengan bidang tertentu.<br />
1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama
Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah.<br /><br />2. Lembaga
Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan
pengajaran formal.<br /><br />3. Rabithah Ma'ahid al Islamiyah disingkat
RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang
pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan.<br /><br />4.
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi
warga Nahdlatul Ulama.<br /><br />5. Lembaga Pengembangan Pertanian
Nahdlatul Ulama disingkat LPPNU, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan
eksplorasi kelautan.<br /><br />6. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul
Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama
di bidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan.<br /><br />7.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian
dan pengembangan sumber daya manusia.<br /><br />8. Lembaga Penyuluhan dan
Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan
pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.<br /><br />9.
Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan
budaya.<br /><br />10. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul
Ulama disingkat LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan
mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya.<br /><br />11. Lembaga
Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas
mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta
benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.<br /><br />12. Lembaga Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas
masalah-masalah maudlu'iyah (tematik) dan waqi'iyah (aktual) yang akan
menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.<br /><br />13. Lembaga
Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan
Masjid.<br /><br />14. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-13005492623354709252012-11-08T23:36:00.005-08:002012-11-08T23:36:54.916-08:00Jaringan<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
<div>
<span style="font-size: 22px;"><strong>H</strong></span>ingga akhir tahun 2000, jaringan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) meliputi:</div>
<ul>
<li>
31 Pengurus Wilayah</li>
<li>
339 Pengurus Cabang</li>
<li>
12 Pengurus Cabang Istimewa</li>
<li>
2.630 Majelis Wakil Cabang</li>
<li>
37.125 Pengurus Ranting</li>
</ul>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-55494976787967168882012-11-08T23:36:00.002-08:002012-11-08T23:36:14.080-08:00Struktur<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
<ol>
<li>
Pengurus Besar (tingkat Pusat)</li>
<li>
Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)</li>
<li>
Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)</li>
<li>
Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan)</li>
<li>
Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)</li>
</ol>
<div>
Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:</div>
<div>
</div>
<ol>
<li>
Mustasyar (Penasehat)</li>
<li>
Syuriah (Pimpinan Tertinggi)</li>
<li>
Tanfidziyah (Pelaksana Harian)</li>
</ol>
<div>
Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:</div>
<div>
</div>
<ol>
<li>
Syuriaah (Pimpinan tertinggi)</li>
<li>
Tanfidziyah (Pelaksana harian)</li>
</ol>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-29703646546636117362012-11-08T23:35:00.003-08:002012-11-08T23:35:33.909-08:00Tujuan Organisasi<div class="text-c" style="margin: 8px 0 5px 0;">
<div>
<strong>Tujuan Organisasi</strong></div>
<div>
</div>
<div>
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)</div>
<div>
</div>
<div>
<strong>Usaha Organisasi</strong></div>
<ol>
<li>
Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa
persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.</li>
<li>
Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur,
berpengetahuan luas.</li>
<li>
Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta
kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.</li>
<li>
Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati
hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.</li>
<li>
Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.</li>
</ol>
</div>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-16114490437220898512012-11-08T23:34:00.002-08:002012-11-08T23:34:43.748-08:00DinamikaPrinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:<br />
<ol>
<li>Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo dan pendahulunya. </li>
<li>Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing. </li>
<li>Mempelopori berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen. </li>
<li>Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945. </li>
<li>Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga dalam peroleh suara secara nasional. </li>
<li>Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara. </li>
<li>Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang dekade 90-an.
</li>
</ol>
MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-28871851992950632292012-11-08T23:30:00.002-08:002012-11-08T23:30:19.282-08:00Basis PendukungJumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-9842211199319456492012-11-08T23:29:00.002-08:002012-11-08T23:29:33.822-08:00Sikap KemasyarakatanNahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke Khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-38384122074425199942012-11-08T23:28:00.002-08:002012-11-08T23:28:49.114-08:00Paham KeagamaanNahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1384420908280872417.post-78305127213249406282012-11-08T23:27:00.000-08:002012-11-08T23:27:51.140-08:00SejarahKalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.MWC NU SALAMANhttp://www.blogger.com/profile/05042371734669207685noreply@blogger.com0